Minggu, 27 April 2014

Sejarah Pergerakan Ikhwan Al-Muslimin

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penulisan
Siapa pun, jika ia mengaku sebagai seseorang yang mengikuti perkembangan dunia Islam, maka dalam benaknya seketika akan muncul segala pengetahuan yang saling terhubung. Ya, serentetan gambaran akan segera muncul tatkala disebutkan sebuah nama, yakni “al-Ikhwanul al-Muslimin”. Gambaran yang dimaksud bisa sangat luas meliputi segala yang berkenaan dengan nama itu, mulai dari gambaran tentang siapa yang pertama kali melahirkan nama itu, di mana nama itu pertama kali muncul, bagaimana eksistensinya dulu hingga saat ini, dan seribu pertanyaan lain yang bisa ditanyakan oleh pikiran.
Tak kalah pentingnya,  jika disebut nama tersebut, sebenarnya dengan sendirinya akan terhubung dengan negeri kita tercinta ini (tentunya jika kita mencitai negeri ini), Indonesia. Tidak perlu diragukan lagi, karena memang Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar. Oleh karena itu, ketika kita menyebut hubungan “al-Ikhwanul al-Muslimin” dengan Dunia Islam, maka sebenarnya kita juga sedang menyebut hubungan “al-Ikhwanul al-Muslimun” dengan Indonesia.
Sebagai orang Indonesia, sudah sepatutnya para pembaca menaruh perhatian lebih atas makalah ini. Makalah ini mungkin memang bukan sebuah kumpulan informasi yang lengkap tentang subyek yang akan dibicarakan yaitu “al-Ikhwan al-Muslimin”. Akan tetapi, kalaulah tidak dapat menjadi kobaran apinya, setidaknya makalah ini adalah sepercik api, yang menyulut rasa ingin tahu anda tentang “al-Ikhwanul al-Muslimun”. Dan, kalau memang anda tersulut, maka anda akan memperdalam sendiri pengetahuan tentang ini. Akhirnya selamat berjelajah di makalah kami.

B.    Rumusan Masalah           
1.    Apakah Ikhwan Al-Muslimin ?
2.    Bagaimana Konsep Ikhwan Al-Muslimin ?
3.    Latar Belakang Berdirinya Ikhwan Al-Muslimin ?
C.    Tujuan Masalah
1.    Mengetahui Ikhwan Al- Muslimin
2.    Mengetahui konsep Ikhwan Al-Muslimin
3.    Mengetahui Ikhwan Al-Muslimin di Indonesia 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Hasan Al-Banna
Saat melemahnya pergerakan revolusi Mesir, yang diiringi dengan  munculnya Inggris menduduki wilayah-wilayah Mesir, lahirlah seorang bayi yang kelak mengangkat kaum Muslimin dari kemunduran dan penjajahan. Dialah Hasan Al-Bana, yang lahir pada bulan oktober 1906 M. di wilayah Buhairah, Desa Mahmudiyah yang terletak 90 mil dari barat daya kairo. Dia dilahirkan dari kalangan keluarga yang taat beragama. 
    Pengalaman pendidikan dari ayahnya telah membentuk kepribadianya menjadi orang yang taat, menjunjung nilai-nilai agama di atas segala-galanya, sehingga tindak tanduk perilaku keseharianya mencerminkan sosok Muslim sejati. Ketika berumur 8 tahun, beliau mulai belajar di sekolah yang berada di desanya. Diluar sekolah beliau mendapat bimbingan dari banyak syaikh. Syaikh Mahmud Yahron adalah salah satu pendidik Hasan Al-Banna.    Penempaan pertama yang didapat dari luar sekolah mendorong beliau lebih maju dan mendalam keagamaanya, dibanding anak-anak desa yang lainya. Menginjak umur 12 tahun Hasan Al-Banna masuk sekolah dasar(ibtidaiyah), dan dalm umur yang cukup relatif muda, ia telah memasuki jamaah diniyah (keagamaan). Diantaranya “jamaah suluk akhlaqi”, yang da’wahnya banyak beroreantasi pada penanaman akhlak, berbudi mulia dan memberikan sanksi yang ketat bagi pengikutnya yang melalaikan peraturan.   jama’ah suluk akhlaqi telah mempengsruhi kepribadian Hasan Al-Banna, menjadikan konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, yang ia terapkan dalam sikap dan perilakunya.
    Pada umur 13 tahun dia menjadi sekretaris salah satu organisasi yang diketuai oleh Muhammad Syukri (dia kelak yang mendukung berdirinya Ikhwan Al- Muslimin). Ketika meletus Revolusi 1919, dia mengikuti demontrasi barisan pelajar di dalam maupun diluar sekolah. Gerakan nasional tersebut telah memberikan kenangan serta pengalaman yang cukup berharga dan mengesankan. Sehingga ia sampai masuk di sebuah sekolah Mu’alimin -Sekolah Guru di Damanhur yang berjarak 11 mil dari barat daya Desa Mahmudiyah-  kenangan tersebut terus menggelora didalam jiwanya dan tidak bisa dilupakan begitu saja.
    Masa-masa pendidikan dan pengalamanya bergabung dalam organisasi semakin menambah matang dalam berfikir, dewasa dalam mempertimbangkan suatu persoalan dan kebijaksanaan dalam menyebarkan dakwah Islam. Atas modal inilah Al Banna mampu mengidentifikasikan mengklasifikasi problem umatnya, hususnya pemerintah Mesir (yang banyak mngimbas pada komunitas sosial) dengan seksama. Ditengah kesibukanya menjadi da’i. Al Banna mampu menyelesaikan jenjang pendidikanya, dengan mulus. Pada 1927 ia lulus dari fakultas Darul Ulum, pada usia 21 tahun. Panggilan berda’wah di kampungnya telah mendorongnya untuk kembali ke daerah kelahiranya. Di sana ia bekerja sebagai guru sejak 19 September 1927,hingga ia mengundurkan diri pada 1946.  
B.    Latar Belakang Berdirinya Ikhwan Al-Muslimin
    Sekembalinya dari Kairo, Al-banna memulai dakwahnya di Isma’iliyah (salah satu provinsi Mesir). Dari Masjid, ia mengadakan dialok lepas seputar keagamaan dan problematika sosial dengan kalangan masyarakat di tempat-tempat umum, para pemuka agama serta para pemikir yang kurang konkrn terhadap Islam (pemikir sekular). Dakwah semakin meluas dan tantangan yang dihadapinya pun bertambah. Gerakan dakwah bermunculan di mana-mana, tergabung dalam berbagai organisasi. Di Kairo telah berdiri  jam’iyah  Al-Syubban  Al-Muslimin dan disusul dengan organisasi dakwah lainya. Oase dakwah memberi ilham berdirinya gerakan Islam Al-Ikhwan Al-Muslimin, yang di pimpinya, pada Maret 1928 M. Adapun deskripsi lahirnya Ikhwanul Muslimin adalah sebagai berikut:
“Pada suatu hari, datanglah beberapa orang ke Hasan Al-Banna untuk mengucapkan syukur atas nasihat keagamaanya yang selalu diberikan kepada mereka, seraya mereka berkata, ‘Kami telah mendengarkan, menyadari diri, dan mendapat pengaruh (dari nasehat mu), sedangkan kami tidak mengetahui cara untuk menuju Izzatul Islam serta berkhidmad pada kaum Muslimin. Kami telah merasa bosan hidup terhina, terjajah, terikat. Sungguh mengherankan melihat bangsa Arab dan kaum Muslimin tidak mempunyai kedudukan yang terhormat. Mereka lebih banyak menuruti bangsa lain. Kami tidak memiliki sesuatu kecuali darah ...dan arwah ini (yang dapat dipersembahkan). Kami merasa lemah dalam memahami jalan untuk beramal sebagaimana kamu pahami, tidak mengetahui jalan untuk berjasa pada bangsa, agama, umat seperti yang anda ketahui. Kami ingin mempersembahkan segala sesuatu yang kami miliki untukmu, sehingga nanti tidak diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah. Kamu dapat mempertanggung jawabkanya di hadapan-Nya apa-apa yang kami lakukan, apabila kamu bersumpah bersama-sama di depan Allah dengan ikhlas hidup berjalan pada agama-Nya, mati dalam berkhidmad kepada-Nya, dan tidak ada yang diharapkan dari-Nya kecueli keridhaan-Nya semata.
..........Akhirnya Al-Banna menerima pernyataan mereka, semuanya bersumpah untuk menjadi  jundan  li risalatil islam (tentara penyampai ajaran Islam). Nama dipilih oleh Hasan Al-Banna karena, “Kita bersaudara dalam berkhidmad kepada Allah, oleh karena itu kita Ikhwan Al-Muslimin.” 
    Penyerahan diri seorang hamba pada Khaliqnya adalah sebagai tanda ketulusanya berjuang menegakkan agama Allah, menyuarakan konsep laailaha illallah di mana saja berada, dan berusaha menerapkan nilai-nilai Islam dalam berbagai bidang. Maka untuk merealisasikan wa tawashaw bil haqqi wa tawashaw bis shobr perlu berserikat dalam satu himpunan, tempat menyatukan persepsi dalam menjalankan pesan tuhan dan mengumpulkan kekuatan untuk memerangi kebatilan, kemungkaran, dan kezaliman. Latar belakang inilah yang mengilhami berdirinya  jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimin, organisasi Islam yang mempunyai kekhususan sebagai berikut:
1.    Organisasi yang membawa nama Islam tanpa keraguan.
2.    Organisasi Yang selalu berpijak pada yang haq. Sebagaimana diketahui dalam sejarah perjalanan  Ahl Al-Sunnah wa Al-Jamaah.
3.    Organisasi yang bisa menghimpun kaum Muslimin dalam menyampaikan yang haq.
4.    Organisasi yang selalu bergerak dalam ‘amaliah-nya untuk menciptakan ‘izzah Islam agar bisa direalisasikan seluruhnya.
5.    Organisasi yang berusaha membebaskan kaum Muslimin dari keterikatan yang ingin menghilangkan kemuliaannya.
6.     Organisasi yang mampu mengaplikasikan ciri-ciri kusus golongan Allah terhadap dirinya masing-masing.
7.    Organisasi yang tidak melupakan persaudaraan diantara Muslim, tidak mengagumkan yang mulia dengan kemulianya, dan tidak sombong pada kebaikan.
Ketujuh spesifikasi tersebut mendeskripsikan makna filosofis gerakan Ikhwan Al-Muslimin yang sangat agung dan mulia diantara gerakan-gerakan yang ada saat itu, dan mungkin juga saat ini.
C.    Para Pemimpin Ikhwan Al-Muslimin
Pimpinan Ikhwanul Muslimin disebut Mursyid 'Am atau Ketua Umum. Adapun tugas dari Mursyid 'Am adalah untuk mengatur organisasi Ikhwanul Muslimin di seluruh dunia. Berikut ini adalah daftar Mursyid 'Am yang pernah memimpin Ikhwanul Muslimin:
•    Hassan al-Banna ( (1928 - 1949
•    Hassan al-Hudhaibi  ( (1949 - 1972
•    Umar at-Tilmisani ( (1972 - 1986
•    Muhammad Hamid Abu Nasr  ( (1986 - 1996
•    Mustafa Masyhur ( (1996 - 2002
•    Ma'mun al-Hudhaibi  ( (2002 - 2004
•    Muhammad Mahdi Akif ( (2010 - 2004
•    Muhammad Badie (2010 - )
D.    Motto pergerakan Ikhwan Al-Muslimin
Adapun motto pergerakan Ikhwan Al-Muslimin adalah:
1.     Allah tujuan kita,
2.    Rasullah pemimpin kita,
3.    Al-Quran hukum kita,
4.    Mati syahid harapan kita.
Empat poin ini sebagai slogan yang bahkan menghilangkan rasa takut pada diri seorang Muslim dalam berjuang di jalan Allah (Islam), sehingga para pengikut Ikhwan Al-Muslimin berani bangkit menghalau penyelewengan terhadap Islam.  
E.    Konsep-konsep pergerakan Ikhwan Al-Muslimin
    Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dan keberadaan gerakan Ikhwan Al-Muslimin di masyarakat dahulu dan sekarang ini, alangkah baiknya kita malihat konsep pergerakan ini secara utuh, untuk mengetahui rahasia kesuksesanya sampai sekarang yang mempunyai jaringan internasional, dan dengan harapan, konsep pergerakan ini bisa melakukan sintesis dengan gerakan islam kontemporer saat ini. Adapun konsep-konsepnya adalah:
1.    Konsepsi Akidah
Akidah Ikhwan Al-Muslimin bersumber dari satu metodeyang telah diletakkan oleh nabi Muhammad Saw.,  yang semenjak empat belas abad lamanya tidak mengalami perubahan. Maka Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah adalah metode Ikhwan dalam berakidah, yang mana aqidah menurut Al-Banna ialah “Sesuatu yang harus dipercayai oleh hati-(mu), dengan itu, diri (mu) merasa tenang. Dan akan timbul pada dirimu keyakinan yang tidak dicampuri rasa keraguan.
Islam menghargai dan memuliakan manusia dengan akalnya, Allah memerintahkan manusia untuk berpikir yang disampaikan dalam beberapa ayat: yang Artinya: “6. Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ? 7. dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, 8. untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). 9. dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, 10. dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun, 11. untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah terjadinya kebangkitan. ”
Konteks ayat-ayat di atas mengindikasikan akan pentingnya mengesakan Tuhan dengan selalu memikirkan ciptaan-Nya dan tidak memikirkan tentang hal-hal Tuhan. Sekian banyak orang yang berusaha menakwilkan Allah dengan ilmu pengetahuanya, tetapi usaha demikian tidak menambah keimanan baginya, melainkan hanya mengubur makna dari pengesaan. Mereka digolongkan oleh sebagian kaum sebagain Ahl Al-Bid’ah yang tidak menerima ketidak mampuan akl dalam menjangkau Zat Tuhan, dikarenakan keterbtasan daya pikir. Inilah yang tidak diinginkan oleh Al-Banna terjadi dalam pergerakanya, yang berakibat terpecahnya jamaah akibat perselisihan memahami Zat Allah menuju final point, seperti hadis rasullallah, yang artinya: ”Berpikirlah terhadap ciptaan Allah, dan jangan memikirkan zat (tentang) Allah. Sesungguhnya kamu tidak mampu memikirkan Allah.”  
2.    Konsepsi Dakwah
Dakwah Ikhwan Al-Muslimin beroreantasi pada hal yang prinsipil,  berialiansi dengan pengembangan nilai-nilai keislaman. Pesan-pesan Illahi Robbi harus mampu diterima oleh kalangan masyarakat tanpa melihat strata-sosial, kondisi lingkungan dan terutama tingkatan intelektualitas yang mesti diperhitungkan dalam penyanpaian dakwah. Ikhwan Al-Muslimin juga mengatur organisasinya dengan baik karna terinspirasi dari hadis Nabi “ Kebaikan yang tidak terorganisasi akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi.”
    Sebagai sebuah organisasi Islam, Ikhwan Al-Muslimin mengorganisasikan dakwahnya secara teratur disebabkan oleh beberapa faktor:
1.    Tujuan Islam tidak akan terealisasikan tanpa terorganisasi, “ Suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan melaksanakan kewajiban.
2.    Salah satu sifat manusia adalah berpaling dari saudaranya,mereka itulah yang tidak berhak mendapatkan rahmat Allah, Kecuali dengan sikap loyal.
3.    Seorang Muslim harus taat pada Allah, Rasullah dan pemimpin. “Taatlah kamu sekalian pada Allah, Rasul-Nya dan pemimpin diantaramu.
4.    Seorang harus melaksanakan sandaran hidupnya pada Islam dan mendidik dirinya pada Islam.
5.    Seorang (anggota organisasi) diharuskan menerapkan ilmunya daalam organisasi itu. 
Adapun perioritas dakwah Ikhwan al-Muslimin bisa kita bagi menjadi dua fase utama. Pertama, dakwah pada abad ke-19 M., yang terfokuskan pada:
a.    Pembentukan diri menjadi Muslim sejati.
b.    Terciptanya keluarga islami.
c.    Masyarakat Islami.
d.    Pemerintah Islami.
Kedua, dakwah pada masa-masa selanjutnya, sebagai follow-up dari realisasi dakwah pada tahun-tahun pertama, yang penekanan dakwahnya ialah:
a.    Islamisasi alam Islami (dunia).
b.    Justifikasi eksistensi akal.
c.    Revitalisasi agama.

F.    Pergerakan Ikhwan Al-Muslimin di Seluruh Dunia
    Sesudah terjadi revolusi di Mesir yang menghentakkan masyarakat dunia, berbagai pandangan dan analisis telah muncul di berbagai media. Diantaranya mengkaitkan revolusi di Mesir dengan Jamaah Ikhwan, yang didirikan oleh Hasan al-Banna, tahun 1928. Ikhwan di Mesir di sepanjang sejarahnya telah terlibat secara aktif dalam gerakan dakwah yang inten dengan tujuan ingin menjadikan rakyat Mesir orang-orang yang taat dan komit terhadap nilai-nilai Islam sebagai pedoman hidup mereka. Karena itu, gerakan Ikhwan yang sekarang sudah berkembang di hampir 80 negara itu, terus melanjutkan misinya dengan mendidik masyarakat agar memahami, menerima, dan mengamalkan Islam.
    Dalam mewujudkan tujuannya itu, langkah-langkah yang diambil Jamaah Ikhwan, mendidik anggotanya dan masyarakat luas, dimulai dari membentuk pribadi muslim, rumah tangga Islami, masyarakat Islami, pemerintahan Islami, menegakkan khilafah, dan tatanan dunia baru,yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Semuanya dijalankan melalui dakwah. Mengajak semua manusia agar menerima agama (Islam), secara ihsan dan bijak, dan tanpa tergesa-gesa.
    Untuk mencapai tujuannya itu, para pemimpin Ikhwan dengan penuh kesabaran, teliti, dan menghindari untuk tidak terjerumus ke dalam perangkap kekuasaan, yang belum memiliki landasan nilai-nilai Islam yang kokoh. Karena itu, Ikhwan lebih banyak berkecimpung dalam dakwah. Hasan al-Banna sebagai ‘muasis’ (pendiri) Jamaah Ikhwan, menegaskan, keterkaitan
Ikhwan dengan masalah politik (siyasah), semata hanyalah perhatian Ikhwan terhadap masalah-masalah keumatan semata.
    Ikhwan yang sangat peduli dengan dakwah telah melahirkan banyak ulama dan para pemikir yang sekarang mempunyai sumbangan yang berharga bagi kehidupan. Seperti Syeikh Yusuf Qardawi (mengarang fiqh zakat), Syeik Mohamad al-Gazali (mengarang shirah Nabawiyah), Syeikh Sayyid Sabiq (fiqh sunnah), Sayyid Qutb (mengarang buku ma’alami fi thoriq dan tafsir fi dzilali Quran), Ramadhan al-Buthi, Ali Audah, Said Hawa (al-Islam), Hasan Turabi, dan sejumlah tokoh lainnya. Generasi baru Ikhwan lebih banyak lagi yang memiliki kemampuan ‘ilmi’ (ilmu). Karena tujuan Jamaah Ikhwan ingin mendidik dan mengajarkan nilai Islam kepada masyarakat secara luas.
    Jamaah Ikhwan di berbagai negara berusaha melakukan tranformasi politik, dan kemudian mendirikan partai politik sebagai wasilah (sarana) untuk melakukan perubahan. Seperti di Aljazair ada Partai Hamas, di Yaman Partai Ishlah, di Tunisia Partai an-Nahdah, di Maroko Partai Keadilan, di Yordania Partai Front Aksi Islam, dan beberapa negara Teluk lainnya.
Bahakan gerakan ini kemudian meluas ke Negara-negara Arab seperti Suriah, Palestina, Yordania, Libanon, Irak, dan lain-lain. Dr. Musthafa Al Siba’i (1915-1964) membuka cabang di Suriah. Muhammad Mahmud Shawwaf membawa pengaruh gerakan ini ke Irak. Abdul Lathif Abu Qurrah mendirikan cabang Ikhwanul Muslimin di Yordania. Saat ini anggota dan simpatisan gerakan dakwah Ikhwanul Musilimin telah menyebar ke seluruh dunia. Di Asia ada di Jepang, Malaysia, Indonesia, dan lain-lain. Gerakan ini kadang tifak menggunakan nama Ikhwanul Muslimin, tapi menggunakan nama lain. Namun tujuannya tetap sama, yaitu mengajak manusia ke dalam sistem islam yang kaffah berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah.
    Ikhwan sejatinya selalu berusaha menjauhkan diri dari kekerasan, dan dalam melakukan perubahan memilih jalan yang ihsan dan bijak. Tetapi, Ikhwan tak pernah membiarkan kezaliman dan kebathilan merajalela, dan menyebabkan kaum muslimin terdzalimi oleh para penguasa dan penjajah. Karena itu, Ikhwan dalam tujuan perjuangannya adalah membebaskan negeri-negeri Muslim dari penjajahan.
F.    Ikhwan Al-Muslimin di Indonesia
Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim menyempatkan untuk bertemu kepada sejumlah delegasi Indonesia. 
Ikhwanul Muslimin memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan Ikhwanul Muslimin, negara Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, setelah dijajah oleh Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia.
Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi.
    Sejatinya di Indonesia telah berdiri Jamaah Ikhwanul Muslimin. Menurut Yusuf Supendi, yang pernah menjadi salah satu pendiri PKS itu, menyatakan, Jamaah Ikhwan di Indonesia berdiri pada 11 September 1983. Sebagai ‘muasis’ (pendirinya) adalah Salim Segaf al Jufri, Abdullah Baharmus, Abdul Syakur (almarhum), dan Hilmi Aminudin. Jamaah Ikhwan di Indonesia menjelma menjadi Partai Keadilan (PK), pada 20 Juli 1998. Usai jatuhnya rezim Orde Baru, dan terjadinya perubahan yang luas, dan munculnya kekuatan Reformasi.
Tujuannya mendirikan partai, tak lain untuk berpartisipasi secara aktif bersama dengan komponen bangsa lainnya, khususnya dalam rangka melakukan transformasi kehidupan bangsa, menuju kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Perubahan itu dilakukan secara gradual (bertahap), serta berusaha memperbaiki kehidupan masyarakat secara keseluruhan, dan mengajak komponen bangsa ini menjunjung nilia-nilai Islam yang mulia, dan yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat luas.
Selanjutnya, Partai Keadilan itu menjelmakan diri menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) berdasarkan keputusan Majelis Syuro (MS) ke XIII PKS pada 17 April 2003. Perubahan ini sebagai langkah antisipasi menjaga eksistensi Partai agar tetap dapat berpartisipasi dengan baik, khususnya untuk menghadapi perubahan yang terjadi di Indonesia.
Sejak awal berdirinya partai, Jamaah Ikhwan di Indonesia, menganut prinsip al hizbu huwal jamaah, dan al jamaah hiyal hizbu (partai adalah jamaah, dan jamaah adalah partai). Berbeda dengan negara-negara lainnya, yang menggunakan prinsip al-hizbu juz’un minal jamaah (partai hanya bagian dari jamaah), seperti yang terjadi di Yordania, di mana Jamaah Ikhwan mendirikan Partai Front Aksi Islam, yang terpisah dengan Jamaah.
PKS sekarang terlibat dalam aktif dalam pemerintah dengan menggunakan prinsip ‘musyarakah’ (koalisi), yang tujuannya bersama dengan berbagai komponen bangsa ingin melakukan perbaikan bagi kehidupan bangsa.
Sekarang, PKS menjadi kekuatan politik keempat terbesar di Indonesia, dan mendapatkan 59 kursi di parlemen. PKS menjadi faktor penting dalam kehidupan politik nasional di Indonesia, dan sudah dua periode masuk dalam Kebinet Indonessia Bersatu (KIB), dan menjadikan Presiden SBY sebagai patron politiknya. (muslimdaily/eramuslim).


BAB III
KESIMPULAN


Hasan Al-Banna  lahir pada bulan oktober 1906 M. di wilayah Buhairah, Desa Mahmudiyah yang terletak 90 mil dari barat daya kairo. Dia dilahirkan dari kalangan keluarga yang taat beragama. Setelah kembali dari kairo,  al-Banna memulai dakwahnya di Isma’iliyah (salah satu provinsi Mesir). Dari Masjid, ia mengadakan dialok lepas seputar keagamaan dan problematika sosial dengan kalangan masyarakat di tempat-tempat umum, para pemuka agama serta para pemikir yang kurang konkrn terhadap Islam (pemikir sekular). Dakwah semakin meluas dan tantangan yang dihadapinya pun bertambah. Gerakan dakwah bermunculan di mana-mana, tergabung dalam berbagai organisasi. Di Kairo telah berdiri  jam’iyah  Al-Syubban  Al-Muslimin dan disusul dengan organisasi dakwah lainya. Oase dakwah memberi ilham berdirinya gerakan Islam Al-Ikhwan Al-Muslimin, yang di pimpinya, pada Maret 1928 M. Adapun motto pergerakan Ikhwan Al-Muslimin adalah: “ Allah tujuan kita, Rasullah pemimpin kita, Al-Quran hukum kita, Mati syahid harapan kita”.
Adapun perkembangan di Indonesia, telah berdiri Jamaah Ikhwanul Muslimin. Sebagaimana menurut Yusuf Supendi, yang pernah menjadi salah satu pendiri PKS itu, menyatakan, Jamaah Ikhwan di Indonesia berdiri pada 11 September 1983. Sebagai ‘muasis’ (pendirinya) adalah Salim Segaf al Jufri, Abdullah Baharmus, Abdul Syakur (almarhum), dan Hilmi Aminudin. Jamaah Ikhwan di Indonesia menjelma menjadi Partai Keadilan (PK), pada 20 Juli 1998. Usai jatuhnya rezim Orde Baru, dan terjadinya perubahan yang luas, dan munculnya kekuatan Reformasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hawwa, Said,  al-Madkhal ila  Dakwah Ikhwan Al-Muslim, Maktabah wahbah, cet. III,1983, Kairo.

Abduh Saman, Muhammad, Hasan Al-Banna; Al-Rajulu wa Al-Fiqrah,Darul I’tisham.

Al-Qur’an al-Karim, QS. Qaaf (50): 6-11.
Templat: Hassan, M.Z. Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri. Bulan Bintang. Jakarta. 1980.
http://muslimdaily.net
www.al-ikhwan.net



Tidak ada komentar:

Posting Komentar