Senin, 30 Juni 2014

FILSAFAT ANALITIKA BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Filsafat abad modern memberikan dasar-dasar yang kokoh terhadap timbulnya filsafat analitika bahasa. Peran rasio, indra, dan intuisi manusia sangat menentukan dalam pengenalan pengetahuan  manusia. Oleh karena itu aliran rasionalisme, empirisme, imateralisme dan kritisme emanuel kant menjadi sangat penting sekali  terhadap timbulnya filsafat analitika bahasa.
Para ahli filsafat mengakui bahwa filsafat bahasa itu sulit ditentukan batasan pengertiannya terutama filsafat analitika bahasa, karena dasar-dasar filosofinya yang cukup rumit, padat dan sangat beragam.
Filsafat analitika bahasa memiliki dimensi yang sangat luas dan meliputi bergai bidang. Pemilihan filsafat analitika bahasa ini memang sulit ditentukan ber dasarkan priodesasi maupun wilayah karena aliran-aliran filsafat analitika memiliki keterkaitan pengaruh antar tokoh satu dengan yang lainya, antaraaliran satu dengan lainya. Oleh  karena itu untuk mempermudah pemahaman kita tentang perkembangan filsafat analitika bahasa, pengertian berdasarkan aliran merupakan suatu pilihan yang tepat.

B.    Rumusan masalah
1.    Apa maksud dari filsafat sebagai analisa bahasa?
2.    Bagaimana perkembangan filsafat analitika bahasa?
3.    Bagaimana pemikiran tokoh tentang filsafat analitika bahasa?

C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui filsafat sebagai analitika bahsa.
2.    Untuk mengetahui perkembangan filsafat bahasa.
3.    Untuk mengetahui pemikiran tokoh tentang filsafat analitika bahasa.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Filsafat sebagai analisa bahasa
Bahasa adalah alat yang paling utama bagi filosof serta merupakan media untuk analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahsa sangat sensitif terhadap kekaburan serta kelemahan-kelemahan lainya. Hal ini terutama dengan timbulnya aliran filsafat analitika bahasa yang memandang bahwa problem-problem filosofis akan menjadi terjelaskan manakala menggunakan analisis  terminologi gramatika bahasa. Bahkan kalangan filosof analitika bahasa menyadari bahwa banyak ungkapan-ungkapan filsafat yang sama sekali menjelaskan apa-apa. Berdasarkan hal tersebut maka banyak kalangan filsuf terutama para tokoh filsafat analitika bahasa menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah anakisis konsep-konsep. Banyak filsu yang menengahkan konsepnya melalui analisis bahasa, misalnya “ apkah kebenaran itu “, apa yang dimaksud dengan kebenaran ?, dan lain sebagainya. Kegistsn semacam itu merupakan suatu permulaan dari suatu usaha pokok filsafat untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki tentang degala sesuatu termasuk manusia senderi.

Dalam pandangan beberapa filosof analitik, analisis linguistic merupakan satu-satunya kreatifitas yang sah. Namun demikian, mereka (para filosof analitik) tidak sepaham beberapa persoalan filsafat seperti mengenai determinisme, metafisika, behaviorisme dan bahkan beberapa keyakinan agama. Akan tetapi dalam pekembangan selanjutnya mereka meninggalkan seluruh proposisi metafisika yang di anggapnya sebagai sesuatu yang tidak mengandung arti.
Namun demikian kegiatan para filsuf semacam itu dianggap tidak mencukupi karena atidak didukung dengan pengamata dan pembuktian yang memadai untuk mendapatkan kesimpulan yang adekuat. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan yang fundamental tentang hakikat segala sesuaatu para filusuf berupaya berupaya memberikan suatu argumentasi yang  didukung dengan analisis bahasa yang memenuhi  sarat-sarat logis. Untuk itu terdapat tiga cara untuk memformulasikan probkema filsafat secar analitis misalnya masalah  sebab akibat. Kebenaran, pengetahuan ataupun kewajiban moral, misalnya tentang hakikat pengetehuan sebagaiberikut:
1)    Menyelidiki pengetahuan itu.
2)    Menyelidiki analisis pengetahuan itu.
3)    Mebuat eksplisit kebenaran pengetehuan itu.
Untuk pemecahan yang pertama mustahil dapt dilaksanakan karena seakan-akan filsafat itu mencari dan meneliti sesuatu kebenaran sesuatu yang disebut pengetahuan yang berada bebas dari pikiran manusia.
Untuk yang kedua itu juga menyesatkan karena seakan-akan filsafat itu memeriksa, meneliti dan mengamati sesuaatu yang dissebut pengetahuan. Kemuadian menentukan bagian-bagiannya. Menentukan hubungan-hubunganya hingga menjadi suatu konsep yang disebut pengetahuan.
Mungkin yang ketiga sebagai alteernataif yang layak dilakukan oleh filsafat, yaitu tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep. Dengan demikian tugas filsafat sebagai analisis konsep-konsep tersebut senantiasa melalui bahasa. Filsafat sebagai analisis konsep-konsep tersebut senantiasa berkaitan dengan bahasa yang berkaitan dengan makna (semantik) dan tidak turut campur dalam bahasa itu sendiri. 
Problem yang muncul yang berkaitan dengan filsafat sebagai analisa konsep-konsep yaitu kekurangan dan  keterbatasan bahasa sebagaimana dihadapi oleh disiplin ilmu-ilmu lainya.
Kedudukan filsafat sebagai analisa konsep-konsep dan mengingat peranan bahasa yang mengingat sentral dalam mengungkapkan secara verbal pandangan-pandanga dan pemikiran para filosofis maksa timbullah suatu masalah yaitu keterbatasan bahasa sehari-hari yang masalah tertentu tidak mampu mengungkapkan konsep filosofis.  
B.    Perkembangan filsafat analitika bahasa
Analitika bahasa adalah  metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan dan menguji  kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Menguraikan dan menguji kebenaran hanya mungkin dilakukan lewat bahasa karene bahsa memiliki fungsi kognitif. Secara historis tradisi ini sebenarnya telah berkembang sejak lama bahkan berkembang sejak zaman pra Sokrates. Namun istilah ini mulai dikenal dan berkembang pada abad XX hususnya di Ingris dan di Eropa umunya. 
Para ahli membagi filsafatanalitika ini kedalam tiga aliran yaitu: 
1.    Atomisme logis
Aliran ini mulai berkembang pada awal abad XX di  Inggris dan aliran ini sangat dipengaruhi oleh aliran-aliran sebelumnya yaitu rasionalisme dan empirisme. Selain itu aliran ini berkembang sebagai reaksi ketidak puasan adas aliran idealisme yang pada saat itu menguasai tradisi pemikiran di Inggris.
Tokoh dari atomisme logis adalah Russel dan Wittgenstein . Nama aliran atomisme logis dikemukakan oleh Betrand Russel dalam mengemukakan konsep filosofisnya yang diberi nama ‘atomisme logis’,. Ia mengatakan : “Saya menganggap bahwa logika itu adalah apa yang fundamental didalam filsafat, dan bahwa aliran-aliran itu seharusnya diwarnai oleh logikanya daripada oleh metafisikanya. Logika saya sendiri bersifat atomis. Dan aspek inilah yang ingin saya tekankan. Oleh karena itu saya lebih suka menyebut filsafat saya dengan nama atomisme logis daripada  realisme baik dengan atau tanpa awalan kata sifat.
Nama ‘atomisme logis’ yang dipilih oleh Betrand Russel menunjukkan adanya pengaruh dari David Hume. Struktur pemikiran atomisme diilhami oleh konsep Hume tentang susunan ide-ide dalam pengenalan manusia. Menurut Hume semua ide yang kompleks itu terdiri atas ide-ide yang sederhana atau ide yang atomis yang merupakan ide yang terkecil. Hume percaya bahwa filsuf itu hendaknya melaksanakan analisis psikologis terhadap ide. Dalam kaitan ide Betrand Russel menolak atomisme psikologisnya David Hume dan analisis itu bukannya pada aspek psikologis namun dilakukan terhadap proposi-proposi. Atas dasar alasan inilah Betran Russel memilih nama atomisme logis daripada realisme.
2.    Positivisme logis atau empirisme logis
Aliran ini menyetujui tentang konsep-konsep atomisme logis, faham ini lazimnya dikemangkan oleh para ilmuan bidang fisika, matematika, kimia, ilmu-ilmu alam dan lain sebagainya, faham ini berpusat di Wina. Madzhab positivisme logis sangat besar pengaruhnya di dunia terutama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan moderen bahkan saat ini terutama di Indonesia sendiri.
3.    Filsafat bahasa biasa
Aliran ini muncul setelah perang dunia ke II, yang dipelopori oleh Wittgenstein. Filsafat bahasa ini memiliki bentuk yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan aliran lainya dan mempunyai pengaruh yang sangat luas baik di Inggris, Jerman, Prancis maupun di Amerika. Walaupun pengaruh tersebut tidak secara langsung namun aliran filsafat tersebut secara ontologis memiliki kesamaan.  
C.    Filsafat Atomisme Logis Betrand Russel
Formulasi analisis Russel juga diilhami oleh konsep pemikiran teman akrabnya G.E. More sebagai seorang filsuf perintis filsafat analitik. Russel dan Moore memang sependapat bahwa tugas filsuf adalah memberikan analisis proposi-proposi. Namun keduanya terdapat perbedaan. Moore berdasarkan analisisnya berdasarkan akal sehat, sedangkan Russel mencari kebenaran melalui penggunaan analisis disertai dengan sintesa logis. Moore beranggapan bahwa bahasa sehari-sehari  kiranya telah memadai untuk berfilsafat. Sedangkan menurut Russel bahasa sehari-hari itu tidak memadai untuk bahasa filsafat karena banyak kelemahan antara lain kekaburan, makna ganda, tergantung pada konteks dan lain sebagainya. Atas pendapat inilah maka Russel membangun pemikirannya melalui bahasa yang berdasarkan formulasi logika. Hal ini meyakinkan pada diri Russel bahwa tugas filsafat adalah analisis logis yang disertai dengan sintesa logis. 
Berdasarkan prinsip-prinsip pemikiran itulah Russel menekankan bahwa konsep atomismenya tidak didasarkan pada metafisikanya melainkan lebih didasarkan pada logikanya karena menurutnya logika adalah yang paling dasariah dalam filsafat, sehingga pemikirannya dinamakan ‘atomisme logis’.
1.    Formulasi Logika Bahasa.
Prinsip analisis yang diterapkan Russel dalam konsep atomisme logisnya memiliki konsekuensi dirumuskannya ungkapan bahasa yang memiliki formulasi logis atau dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan bahasa. Menurut Russel ada suatu kalimat yang memiliki struktur gramitikal yang sama namun berbeda dalam hal struktur logisnya. Misalnya kalimat Lions are yellow dan  Lions are real kedua kalimat itu memiliki struktur gramatikal yang sama namun keduanya memiliki struktur logis yang tidak sama. Lions pada kalimat 1 dan 2 bersama-sama berfungsi sebagai subjek (S), adapun yellow dan Real pada kalimat 1 dan 2 bersama-sama merupakan predikat (P), jadi secara gramatikal memiliki struktur logisnya tidak sama. Menurut Russel bahwa dua pengertian memiliki suatu formulasilogis yang sama bilamana dua hal itu mengandung kesesuaian. Misalnya Sokrates dan Aristoteles memiliki formulasi logis yang sama karena Sokrates adalah filsuf dan Aristoteles adalah filsuf, sehingga keduanya memiliki formulasi logis yang sama. saja, melainkan disukung oleh suatu fakta yaitu sintesa logis dari fakta. Dengan memahami formulasi logis dari ungkapan maka kita dapat membedakan antara bentuk logis gramatikal dari suatu ungkapan dengan bentuk logis dari semantiknya.
2.    Prinsip Kesesuaian (Isomorfi).
Dasar utama yang ditekankan oleh Russel adalah analisis logis. Ia berpendapat bahwa filsafat pertama-tama harus merupakan analisis logis bilamana hendak merupakan filsafat yang bersifat ilmiah. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan pernyataan-pernyataan yang tersusun menjadi suatu system yang menunjukkan kepada entitas atau unsur pada realitas dunia.
Struktur logis bahasa menunjukkan suatu susunan yang terdiri atas satuan-satuan bahasa yang mangacu pada suatu satuan entitas karena struktur logis bahasa menunjukkan struktur logis dunia. Oleh karena itu nama diri logis adalah merupakan suatu deskripsi minimal yang mengacu pada acuan tunggal atau referensi tunggal. Adapun pembedaan referensi tunggal itu adalah sebagai berikut:      1.Nama diri: Napoleon, Ciliwung    2. Kata-kata deiktik: kata-kata penunjuk: ini, itu (ruang dan waktu) nanti, tadi (kata-kata ganti): aku, dia 3.Deskripsi penunggal: pemenang hadiah Nobel, perintis kemerdekaan, pembela hak asasi
Menurut Russel analisis bahasa yang benar akan menghasilkan suatu pengetahuan yang benar pula tentang hakikat realitas dunia. Formulasi logis bahasa yang memiliki kesesuaian struktur dengan realitas dunia ini dikembangkan lebih lanjut oleh Russel dalam pengertian proposi-proposi yang tersusun atas proposi atomis menjadi proposi yang bersifat mejemuk atau kompleks.
3.    Struktur proposisi
Dunia pada hakikatnya merupakan suatu keseluruhan fakta-fakta dan fakta-fakta tersebut terungkapan melalui bahasa yang disebut proposisi. Hakikat keseluruhan fakta-fakta yang merupakan dunia tersebut memiliki struktur logis dan oleh karena berkesesuaian dengan bahasa maka struktur bahasa yang melukiskan dunia juga memiliki struktur logis. Oleh karena itu hakekat fakta-fakta tadi terlukiskan melalui proposisi. Fakta-fakta itu sendiri sebenarnya tidak dapat bersifat benar atau salah, yang dapat diberikan kualifikasi benar atau salah adalah proposisi-proposisi yang mengungkapkan fakta-fakta. Dengan perkataan lain proposisi merupakan simobol dan bukan merupakan bagian dunia. Proposisi memiliki struktur yang memiliki atas sejumlah kata, dan kata-kata itu menunjuk kepada suatu data inderawi (sense data) dan unirversalia (universals) yaitu ciri-ciri atau relasi-relasi.
Menurut Betrand Russell terdapat juga pengertian proposisi ’molekuler’ misalnya ‘inilah putih’, ‘inilah merah’ dan menunjuk kepada fakta-fakta atomis. Namun perlu diingat bahwa tidak terdapat pengertian fakta morekuler. Kebenaran atau ketidakbenaran proposisi-proposisi morekuler tergantung pada kebenaran atau ketidakbenaran proposisi atomis yang terdapat didalamnya. Jadi fakta-fakta atomis menentukan benar atau tidaknya proposisi apapun juga (baik atomis maupun molekuler).
Selain fakta atomis yang diungkapkan melalui proposisi atomis juga terdaat pengertian ‘fakta umum’ yang kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang secara umum diketahui benar.
D.    Filsafat Atomisme Logis Ludwig Wittgenstein
Filusuf kelahiran Wina Austria ini memiliki reputasi karya filsafat yang spesifik. Tractacus Logico Philosophicus sebagai suatu karya besar di bidang filsafat. Uraian dalam buku ini berupa uraian-uraian singkat, Makna yang tergantung dalam proposisi-proposisi itu sangat padat, sehingga kadang-kadang karena padatnya makna yang terkandung didalamnya menjadi kurang dapat dipahami.
1.    Peranan Logika Bahasa
Wittgenstein sependapat dengan gurunya bahwa tugas utama filsafat adalah memberikan analisis logis dan disertai dengan sintesa logis. Dalam Teractus ia menjelaskan bahwa filsafat bertujuan untuk penjelasan logis dan pikiran.Uraian Wittgenstein dalam pendahuluan tulisannya ia menyatakan bahwa persoalan filsafat itu timbul karena para filsuf terdahulu belum memecahkan dan merumuskan problema-problema filsafat kurang memahami logika bahasa yang digunakan dalam filsafat.
 2. Pemikiran Filosofis Tractatus
Konsep pemikiran Wittgenstein dalam buku Tractatus terdiri atas pernyataan-pernyataan yang secara logis memiliki hubungan, pernyataan tersebut diungkapkan sebagai berikut:
Pertama: dunia itu tidak terbagi atas benda-benda melainkan terdiri atas fakta-fakta, dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan fakta-fakta atomis yang tertentu secar unik (khas).
Kedua: setiap proposisi itu pada akhirnya melarut diri, melalui analisis,  menjadi suatu fungsi kebenaran yang tertentu secara unik (khas) dari sebuah proposisi elementer yaitu setiap proposisi hanya mempunyai satu analisis akhir.
2.    Struktur Logika Bahasa
Proposisi-proposisi dasar adalah bangunan akhir dari baama” hasa karena jumlah keseluruhan proposisi itu adalah bahasa sebuah proposisi dasar itu adalah suatu proposisi, yang seluruhnya terdiri atas nama-nama. Dalam pengertian ini istilah “nama” memiliki pengertian teknis dan menurut Wittgenstein tidak digunakan dalam arti biasa, seperti nama orang atau nama sesuatu. Sebuah nama tidak dapat dipecah-pecah lebih lanjut dengan cara definisi. “Nama” dalam pengertian ini menurut istilah Wittgenstein adalah sebagai tanda pertama (primitif) jadi misalnya nama “Sokrates” bukanlah nama dalam pengertian teknis ini, karena Sokrates dapat didefinisikan sebagai misalnya seorang laki-laki, seorang filsuf Yunani yang hidup di Athena dan lain sebagainya.

3.    Teori Gambar
Konsep Wittgenstein tentang teori gambar yang menjelaskan tentang hubungan antara proposisi yang diungkapkan melalui bahasa yang realitas keberadan suatu peristiwa, selanjutnya akan nampak sikap pandangannya tentang realitas fakta dengan unsur metafisik yang hal itu ditolak oleh Wittgenstein.
4.    Tipe-tipe Kata
Perbedaan itu dapat terjadi karena memiliki susunan satuan kata yang menyusun kalimat tersebut. Dalam penentuan tipe-tipe kata ilmiah yang perlu dibedakan pengertian konsep nyata,yaitu tipe kata yang termasuk memiliki acuan konkrit seperti :meja, kursi, mobil, tongkat, bola, dan lain sebagainnya

.BAB III
KESIMPULAN
Analitika bahasa adalah metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan dan menguji  kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Menguraikan dan menguji kebenaran hanya mungkin dilakukan lewat bahasa karene bahsa memiliki fungsi kognitif. Secara historis tradisi ini sebenarnya telah berkembang sejak lama bahkan berkembang sejak zaman pra Sokrates. Namun istilah ini mulai dikenal dan berkembang pada abad XX hususnya di Ingris dan di Eropa umunya.  Para ahli membagi filsafatanalitika ini kedalam tiga aliran yaitu:
1.    Atomisme logis
Aliran ini mulai berkembang pada awal abad XX di  Inggris dan aliran ini sangat dipengaruhi oleh aliran-aliran sebelumnya yaitu rasionalisme dan empirisme. Selain itu aliran ini berkembang sebagai reaksi ketidak puasan adas aliran idealisme yang pada saat itu menguasai tradisi pemikiran di Inggris. Tokoh dari atomisme logis adalah Russel dan Wittgenstein.
2. Positivisme logis atau empirisme logis
Aliran ini menyetujui tentang konsep-konsep atomisme logis, faham ini lazimnya dikemangkan oleh para ilmuan bidang fisika, matematika, kimia, ilmu-ilmu alam dan lain sebagainya, faham ini berpusat di Wina. Madzhab positivisme logis sangat besar pengaruhnya di dunia terutama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan moderen bahkan saat ini terutama di Indonesia sendiri.
3. Filsafat bahasa biasa
Aliran ini muncul setelah perang dunia ke II, yang dipelopori oleh Wittgenstein. Filsafat bahasa ini memiliki bentuk yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan aliran lainya dan mempunyai pengaruh yang sangat luas baik di Inggris, Jerman, Prancis maupun di Amerika. Walaupun pengaruh tersebut tidak secara langsung namun aliran filsafat tersebut secara ontologis memiliki kesamaan.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Kaelan,  Filsafat Bahasa, (2002) Yogyakarta: Paradigma.
Asep ahmad hidayat,  filsafat bahasa mengungkap hakikat bahasa, makna dan tanda, (2009). Bandung: PT remaja rosdakarya.
Prof. Chaedar Alwasiah, Filsafat Bahasa Dan Pendidikan (2010). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
John B. Thompson, Filsafat Bahasa dan Hermeneutik (2005). Surabaya: Visi Humanika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar